Senin, 06 Oktober 2014

Alumni Koninklijke Militaire Academie (KMA) asal Indonesia


Koninklijke Militaire Academie(KMA) adalah Akademi Militer Kerajaan Belanda sama seperti akademi militer di negara-negara lain yg menghasilkan perwira2 pertama utk:
- Koninklijke Landmacht (KL) = AD Kerajaan
- Koninklijke Luchmacht (KLU) = AU Kerajaan
- Koninklijke Marine (KM) = AL Kerajaan

Berdiri tahun 1828, dimana sebelumnya & akibat dari:
- Putra2 Belanda dari kalangan aristokrat / nobel / keluarga terhormat / kaya, bersekolah militer di Berlin (Prussia). Bikin untung kerajaan lain jadinya.

Dasar2 military modern, filsafat & teori kemiliteran berkembang dari sini, contohnya seperti battle order nya Der Große Frederic & filsafat perang dari von Clausewitz.
- KMA didirikan krn kebutuhan Belanda sendiri setelah kekalahan Prancis di Waterloo, 15 Juni 1815.
Pelajaran berharga dari paman Napoleon yg menelurkan "tentara rakyat" yg dipimpin oleh "perwira2 rakyat" namun well-organized, well-trained, well-educated di masa Napoleon dgn mudahnya menaklukan Belanda & sebagian Eropa, saat Prancis & Inggris rebutan menanamkan pengaruh di Eropa...serta temtu rebutan koloni di dunia.

Namun aspek2 feodal dari Belanda sendiri belum luntur, krn bentuk pemerintahannya sendiri yg masih Kerajaan, maka putra2 Nobel / kaya / terpandang / aristokrat masih diprioritaskan, terlepas apakah mereka memiliki bakat & kemampuan atau tidak.

Inlander menjadi KL??
Yg membedakan KL, KLU, KM dari KNIL adalah status hukum (warganegara) & status daerah, dimana Hindia Belanda adalah koloni Belanda.
Berarti KL & sejenisnya yg merupakan tentara aktif (organic) berisikan "muka pucat", dimana Inlander sebagai prajurit pembantu (Hulp Soldat).
Inlander ingin menjadi tentara aktif...bisa, masuklah ke KNIL. Begitulah garis besar politik pada jaman kolonial Belanda yg membedakan antara "Tuan & saya".

Hal ini sama dgn masa pendudukan Nippon, Heiho (prajurit pembantu) yg bukan tentara aktif, kecakapan militer nya kurang...maka dibentuklah kemudian Peta atas desakan tokoh2 pergerakan nasional, dimana para calon perwira & prajurit nya diajarkan yg sesungguhnya utk military organization, battle strategy, filsafat perang dst.

Cukup banyak orang2 Indonesia yg dikirim ke KMA Breda, namun setelah selesai pendidikan, mereka ditempatkan di KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indisch Leger) = tentara Kerajaan di Hindia Belanda.

Selain KMA di Breda, utk memangkas biaya pendidikan militer yg tinggi bagi Inlander utk di kirim ke Breda, di Indonesia (Bandung) di masa kolonial Belanda didirikan CORO (Corps Opleiding Reserve Officieren) = Korps Pendidikan Perwira Cadangan.
Produk akhirnya diserap juga oleh KNIL.

Semasa revolusi fisik (perang kemerdekaan) & agresi militer (Belanda menyebutnya aksi kepolisian) oleh Belanda utk menduduki kembali "Hindia Belanda", mayoritas KL & sejenisnya berasal dari wajib militer di negri Belanda sendiri, selain berisikan veteran2 WW2.
KNIL yg dibentuk kembali di "Hindia Belanda" melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration), mayoritas berisikan orang2 Jawa, Ambon (terbanyak), Sunda, Padang, Menado etc. & mereka ini disebut "Andjing Nica" oleh para pejuang & tentara reguler kita.

Mungkin pertanyaannya kembali:
Mengapa hanya golongan nobel / aristokrat / kaya yg bisa atau mempunyai kesempatan masuk ke KMA atau sejenisnya di Eropa, mulai dari masa Renaissance (juga dari era Medieval) sampai Imperialisme modern??

Jawabannya adalah:
- Eropa di masa itu tdk memiliki sekolah2 umum utk rakyat jelata, otomatis rakyat buta huruf, berbeda dgn keadaan di TimTeng dari masa dark ages & juga medieval, dimana mereka memiliki sekolah umum di perkotaan.
Bgmn mau belajar battle order / baca surat penugasan / membuat perintah / baca peta / atur siasat etc kalau buta huruf??
- Dampak dari keadaan ini jelas juga diterapkan di daerah koloni kerajaan2 Eropa.

Salah satu buah dari politik etis adalah dibukanya pintu pendidikan militer di KMA Breda untuk segelintir pribumi Hindia Belanda. Mengapa segelintir? Karena untuk masuk kesana memang bukan sembarang orang. Tubuh kuat dan otak cerdas tidak cukup, dalam diri calon perwira KNIL tamatan Breda harus mengalir darah biru, minimal anak seorang wedana.

Sultan Hamid Alkadrie

Sebuah catatan menyebutkan, pribumi pertama yang menjadi kadet KNIL adalah Sultan Hamid Alkadrie dari Pontianak. Ia lulus dari KMA Breda tahun 1936. Tapi ada yang meragukan catatan ini, karena buku Siapa Dia? Perwira Tinggi TNI karya Harsja W. Bahctiar jelas menyebut dilantiknya R. Sardjono Soeria Santoso sebagai letnan II KNIL adalah tahun 1921. Tapi Soeria Santoso ternyata bukan yang pertama. Sebelum dia, ada pribumi Maluku bernama L.E. Lanjouw yang mendaftar KMA Breda. Lanjouw dilantik tahun 1918.
Tentang berapa jumlah alumni akmil prestius tersebut, sampai saat ini belum menemukan data pasti. Data yang ditulis rekan Syamaun Peusangan yang mengutip buku Harry Poeze; Di Negeri Penjajah menyebut ada 21 pribumi yang pernah mengenyam KMA Breda. Mereka masuk antara setelah Perang Dunia II hingga jatuhnya tanah Belanda ke tangan Jerman. Namun dari 21 orang tersebut 3 di antaranya batal dilantik karena ketahuan beraktivitas politik selama di Belanda.
Taruhlah data itu benar, siapa saja mereka? Letjen GPH Djatikusumo hanya mampu mengingatnya sampai 12 orang, seperti yang ditulisnya dalam bunga rampai PETA Tentara Sukarela Pembela Tanah Air yang diterbitkan 1996. Mereka adalah:

1. R Soeria Santoso (lulus 1921. Terakhir kolonel KNIL, menjadi WN Belanda)
2. GPH Soerjobroto (lulus 1929. Terakhir Mayor kavaleri KNIL)
3. R Poerbonagoro (lulus ? Terakhir Mayjen TNI, sekmil pertama presiden RI)
4. R Soewardi (lulus 1930. Terakhir Mayjen TNI, Gubernur akademi militer yang pertama)
5. R Soetopo (lulus 1930. Terakhir wakil panglima komandemen Sumatera, 1947)
6. R Soedibjo (lulus 1930. Terakhir Jenderal mayor TNI)
7. R Samidjo (lulus? Terakhir Kolonel TNI)
8. R Didi Kartasasmita (lulus 1935. Terakhir Mayjen TNI)
9. R Hidajat Mertaatmadja (lulus 1934. Terakhir letjen TNI, menteri)
10. Sultan Hamid Alkadrie II (lulus 1936. Terakhir Mayor KNIL, ajudan khusus Ratu Belanda)
11. R Soeriadarma (lulus 1934. Terakhir KSAU Marsekal TNI, 1962)
12. R Soerjo Soelarso (lulus 1939. Terakhir Mayjen TNI)

Jumlah ini tentu saja masih kurang. Sayang, belum bisa memastikan sisanya. Namun dalam beberapa buku atau memoar, beberapa orang juga disebutkan alumnus KMA Breda. Mereka tidak termasuk di antara yang disebutkan oleh Djatikusumo. Mereka antara lain:

13. JE Lanjouw (lulus tahun 1918)
14. R Soebijakto (lulus ? Mayor KNIL dan berganti nama menjadi Mansfeld - Namanya disebut TB Simatupang)
15. R Wardiman (lulus 1931. Namanya disebut eks Breda dalam buku Yogya Benteng Proklamasi)
16. J Kaseger (lulus ? Keturunan Manado, turut bertempur dalam PD I di Muluku bersama Didi Kartasasmita)
17. R Poerbo Soemitro (lulus 1939)
18. Rachman Mashjour (lulus ? Terakhir Brigjen TNI)

Jumlah sudah 18. Namun ternyata belum final. Di samping nama-nama di atas, masih ada lagi nama banyak perwira KNIL Pribumi yang dilantik menjadi letnan II dalam periode antara tahun 1921 sampai dengan 1939. Tapi mereka belum bisa dipastikan apakah alumni KMA Breda atau sekolah Perwira KNIL di Meester Cornelis, Batavia - seperti halnya Oerip Sumohardjo. Mereka antara lain:

19. R Soewardi Tjokrohatmodjo (lulus 1922)
20. BPA Nanlohij (lulus 1922)
21. R Atmowardojo (lulus 1922)
22. Dalingga (lulus 1922)
23. R Wirjoko Wirjohoedojo (1923)
24. R Sidhiono Djojopoespito (lulus 1925)
25. M Bassa (lulus 1925)
26. R Partodarmojo (lulus 1926)
27. R Poerwopernoto (lulus 1926)
28. EA Latoeperisa (lulus 1926)
29. R Wirohatmodjo (lulus 1926)
30. R Hatmoperwoto (lulus 1928)
31. M Nanlohij (lulus 1931)
32. R Tirtohatmodjo (lulus 1935)
33. R Harjodiprono (lulus 1935)

Daftar belum usai, masih banyak lagi tokoh-tokoh yang menyandang pangkat perwira KNIL hingga saat menyerahnya Belanda di Kalijati namun tak tercatat darimana kelulusannya. Bisa jadi mereka berasal dari KMA Breda mengingat darah kebangsawanan yang dimilikinya:

34. BRM Jartabitu (Saudara tiri Sultan HB IX. Terakhir Mayor KNIL)
35. BRM Sungangusamsi (Saudarat tiri Sultan HB IX. Terakhir Kapten KNIL)
36. R Soegondo (Mayor KNIL)
37. R Abdulkadir Widjojoatmodjo (Putra bupati Pekalongan. Kolonel KNIL)
38. R Sanjoto (Kapten KNIL 1937)
39. R Soeratman (eks Panglima Komandemen TKR Jateng)
40. R Soesalit (anak RA Kartini - namun data KNIL-nya sumir)
Beberapa nama lain telah pensiun jauh sebelum kedatangan Jepang, termasuk Mayor Oerip Sumohardjo, Mayor AJ Kawilarang dan Kapten Bagoes Soemodilogo.


Alumni KMA Bandung

Pembentukan TNI pada awalnya disokong oleh 3 unsur, eks PETA, eks KNIL dan kelaskaran. Di jajaran perwira, eks KNIL masih terbagi lagi, mereka yang keluaran KMA Breda, lulusan pendidikan perwira di Mesteer Cornelis Jatinegara dan alumni KMA Bandung. Total perwira eks KNIL (termasuk sebagian kadet KMA Bandung yang sebetulnya belum lulus) yang ada pada saat Indonesia Merdeka sekitar 70-80 orang.

KMA Bandung sendiri hadir karena kondisi darurat. Tahun 1940, Belanda diduduki Jerman, sehingga KMA Breda yang menjadi kawah pendidikan perwira militernya tak berfungsi. Bandung akhirnya menjadi KMA alternatif.

KMA Bandung menampung sekitar 200 an orang yang akan dididik sebagai perwira KNIL. Dari jumlah itu calon perwira pribumi hanya 21 orang. Ke-21 orang itu adalah orang pilihan. Sebelumnya, mereka mengikuti terlebih dahulu pendidikan CORO (Corps Opleiding Reserve Officeren - Korps Pendidikan Perwira Cadangan KNIL). Hanya yang cakap yang berhak melanjutkan ke KMA. Yang gagal cukup bintara atau pembantu letnan.
Nama-nama tenar yang hanya terhenti di level CORO antara lain, GPH Djatikusumo (terakhir Letjen TNI - belakangan ia juga ikut pendidikan PETA), Kusno Utomo (terakhir Mayjen TNI - terkenal karena peran pasukannya dalam memberengus PKI Madiun) dan Suwarto (terakhir Mayjen TNI - legenda Seskoad yang disebut-sebut sebagai mentor politik Soeharto di awal karirnya sebagai jenderal).

Sementara ke-21 orang yang lolos terbagi dalam 2 angkatan. Angkatan pertama, masuk awal tahun 1941 dan sempat menjalani wisuda terdiri dari 11 orang. Sedangkan angkatan kedua, masuk pertengahan 1941 dan tak sempat diwisuda terdiri dari 10 orang. Lakon yang mereka jalani setelah itu beraneka ragam. Tak semuanya selamat menghirup kemerdekaan, juga tak semuanya mau bergabung dengan TNI.

Angkatan I
1. TB Simatupang (terakhir Kepala Staf AP 1952, Jenderal Mayor TNI)
2. Aminin (sampai dengan tahun 1954, masih kapten TNI di Pulau Bali)
3. Abdul Haris Nasution (terakhir menhankam, jenderal TNI)
4. Alex Kawilarang (terakhir atase militer di Washington, Kolonel TNI)
5. Mantiri (tewas dalam kapal tawanan Jepang di Sumatera, 1944, letda KNIL)
6. Rachmat Kartakusuma (terakhir kashankam TNI 1962, mayor jenderal TNI)
7. W Tan
8. Samsudarso (tewas dibunuh PKI di Madiun 1948, mayor TNI)
9. Askari (terakhir Kepala Arhanud TNI, letjen TNI)
10. Liem HO King (pensiun sebagai letnan dua KNIL di Belanda)
11. Liem Kay Hoen

Angkatan II
12. Suprapto (terakhir Deputi II Pangad 1965, tewas dalam gestok, mayjen TNI)
13. AY Mokoginta (terakhir Pangkowilhan Sumatra, 1965, mayor jenderal)
14. Soesatyo
15. Luntungan (tewas di kamp Kempetai, 1944)
16. Tjhwa Siong Pik (tewas dibunuh kempetai di Malang, 1944)
17. Rachmat Suryo (ajudan Oerip, wafat karena malaria 1946, kapten TNI)
18. Kadir
19. Suryo Sumarno (tewas dalam agresi militer II 1948 di Jogja, kapten TNI)
20. Satari (terakhir artileri, mayor jenderal TNI)
21. Mas Soeprio (tidak diketahui, menolak ajakan masuk TNI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemisahan antara Belgia dengan Belanda

Kerajaan Belanda Serikat (1815) B elanda dan Belgia dulunya adalah 1 negara. Saat itu, Perancis berbatasan dengan Belanda di sebelah selatan...