Gerbang TUTUWAWANG |
ILYEKI didiami oleh moyang pertama yang bernama SILLY, Moyang SILLY memiliki satu orang istri yang bernama TORMO, mereka mempunyai 6 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan (7 anak) nama mereka yaitu :
- SOSWARKI,
- NOPLELI,
- MOPLELI,
- SOMOILI,
- NAWORI,
- RESMARNI (LEI),
- SURNYATRI,
Untuk menentukan batas petuanan kampung, maka Moyang SILLY pada hari pertama berjalan menetapkan batas di sebelah Utara yaitu dari pesisir pantai ILYEKI ke arah dataran tinggi (gunung) yaitu antara Kampung ILYEKI dengan Analutur. Pada hari kedua Moyang SILLY melakukan hal yang sama di sebelah Selatan yaitu antara Kampung ILYEKI dengan Epelawas. Pada hari ketiga Moyang SILLY juga melakukan hal yang sama di sebelah Barat untuk mempertemukan ujung batas Utara dengan Selatan di atas gunung yang sudah berbatasan langsung dengan TEPA, dan di situlah Moyang SILLY menemukan 3 GUNUNG EMAS.
Selanjutnya Moyang SILLY membuat tugu dan menanam pohon mangga sebagai tanda bukti/pengenal dikemudian hari bagi anak-cucu, dan sampai sekarang tugu dan pohon mangga tersebut masih ada dan bisa ditemui di GUNUNG EMAS. Guna mematenkan penemuannya maka Moyang SILLY mengganti namanya menjadi MASILLY (diperkirakan hal ini dimaksudkan agar nantinya anak-cucu akan mengingat MASILLY sebagai pemilik dan penemu gunung emas tersebut).
Perpisahan-I.
Perahu Batu (PAMARU) di SANGLIATDOL |
Suatu ketika, keenam orang Moyang laki-laki pergi ke laut untuk mencari ikan namun tidak mendapat ikan dan hanya mendapatkan seekor MOREA (belut), kemudian mereka kembali ke rumah dan menyuruh Moyang SURNYATRI untuk memasak morea tersebut dengan cara dibagi 7 potong (untuk 7 orang) sebagai menu makan malam mereka. Setelah itu mereka berenam ke hutan untuk memotong bambu untuk membuat bubu.
Moyang SURNYATRI segera melaksanakan perintah saudar-saudaranya untuk memotong morea tersebut sebanyak 7 potong dan memasaknya sebagai menu makan malam. Sambil menunggu saudara-saudaranya kembali Moyang SURNYATRI menenun. Pada saat sedang menenun Moyang SURNYATRI mendengar bunyi-bunyi gaduh di dapur, pada saat Moyang SURNYATRI melihat ke dapur ternyata morea yang telah dimasak tersebut telah tersambung kembali dari potongannya (7 potong) hidup dan selanjutnya merayap menuju ke laut.
Setelah tiba saatnya makan malam, Moyang NOPLELY (saudara tertua) menanyakan morea yang dimasak oleh Moyang SURNYATRI, selanjutnya Moyang SURNYATRI menceritakan kejadian yang dialaminya tadi siang terhadap morea yang dimasakanya tersebut. Moyang NOPLELY dan saudara-saudaranya yang lain tidak mempercayai cerita Moyang SURNYATRI bahkan mereka memarahi dan menuduh Moyang SURNYATRI yang telah memakan masakan morea itu. Justru Moyang RESMARNI-lah yang membela Moyang SURNYATRI dan menyarankan kepada kakak-kakaknya untuk tidak memarahi danmenyalahkan serta mempercayai penjelasan yang diberikan Moyang SURNYATRI. Namun akhirnya Moyang NOPLELY sebagai kakak yang tertua memutuskan, mulai esok hari Moyang SURNYATRI harus meninggal rumah (diusir dari rumah).
Tepat pukul 01.00 dini hari, Moyang SURNYATRI dengan membawa alat tenun, lesung dan 3 buah batu tungku masak dengan ditemani oleh Moyang RESMARNI menuju ke pantai. Setibanya di pantai Moyang SURNYATRI menggambar sebuah kapal di atas pasir pantai, setelah itu Moyang SURNYATRI berdoa dan pada saat Moyang SURNYATRI menepuk gambar kapal tersebut terjadilah suatu keajaiban bahwa gambar kapal tersebut berubah menjadi sebuah kapal yang telah berlabuh di perairan laut pantai tersebut. Maka Moyang SURNYATRI segera naik di atas kapal sambil berpesan kepada Moyang RESMARNI untuk jangan menceritakn kejadian tersebut kepada kelima saudaranya yang lain. Sebelum Moyang SURNYATRI berlayar dengan kapal tersebut dia melepaskan sebuah kain tenun di laut sehinggaa air laut menjadi surut (METI), setelah itu Moyang SURNYATRI pergi berlayar.
Dalam pelayarannya Moyang SURNYATRI singgah di kampung WERAIN (Pulau Selaru) dan di tempat itu Moyang SURNYATRI membuang 3 buah batu tungku masak yang dibawanya. Yang mengambil 3 buah batu tungku masak tersebut adalah marga MORIOLKOSU, TURALELY dan SAILOLIN.
Setelah itu Moyang SURNYATRI melanjutkan pelayarannya dan singgah di kampung SANGLIATDOL (Pulau YAMDENA), di tempat itu Moyang SURNYATRI membuang alat-alat tenun yang dibawanya, sehingga berubah menjadi PERAHU BATU (PAMARU) dan yang menerimanya adalah marga SAINYAKIT, BUKSALEMBUN dan MASRIAT.
Selanjutnya Moyang SURNYATRI berlayar menuju ke TERNATE dan bertemu dengan SULTAN BAABULLAH, dalam pertemuan itu Sultan Baabullah menceritakan kepada Moyang SURNYATRI bahwa sesungguhnya dirinyalah yang menjelma sebagai Morea yang pernah dimasak oleh Moyang SURNYATRI, namun karena kesaktiannya maka walaupun telah dipotong-potong menjadi 7 bagian tetap hidup kembali. Dirinya juga menjelaskan bahwa sebelumnya dirinya pernah menjelma sebagai MARSEGU (kelelawar) namun tidak bisa menemui Moyang SURNYATRI sehingga dirinya berubah menjadi MOREA. Akhirnya Moyang SURNYATRI dan SULTAN BAABULLAH menikah dan memiliki 3 orang anak yang tersebar masing-masing di Ternate (anak-1), Tidore (anak-2) dan Bacan (anak-3).
Perpisahan-II.
Danau WELAELY |
Suatu ketika, di Kampung ILYEKI akan dilangsungkan pesta kampung, dan sesuai dengan adat kebiasaan semua orang diwajibkan mencari BABI untuk mendukung acara dimaksud. Maka Moyang RESMARNI-pun berburu babi dengan menggunakan alat panah.
Dalam perburuannya anjing yang menemani Moyang RESMARNI berburu mengejar seekor babi sehingga Moyang RESMARNI memanah babi tersebut, akibatnya anak panahnya mengenai kaki kanan bagian depan dari babi tersebut. Namun walaupun telah terkena panah, babi tersebut tetap berlari menuju ke arah Danau WELAELY dan masuk ke dalam air. Melihat itu Moyang RESMARNI juga masuk ke dalam air untuk mengejarnya, namun ternyata dilihatnya bahwa di dasar danau WELAELY ada sebuah perkampungan yang dihuni oleh penduduknya. Pada saat tiba di dasar danau Moyang RESMARNI bertemu dengan seorang nenek yang sedang menyapu halaman rumahnya. Melihat kedatangan Moyang RESMARNI, nenek itu bertanya kepada Moyang RESMARNI bahwa apa yang sedang dia cari. Moyang RESMARNI menjelaskan bahwa dirinya sedang mengejar seekor babi buruannya yang menuju ke dalam danau. Dengan tidak disangka-sangka nenek itu menjelaskan kepada Moyang RESMARNI bahwa sesungguhnya babi yang diburunya tersebut adalah jelmaan dari cucunya sendiri. Sebagai bukti nenek itu memperlihatkan anak panah yang menempel dan melukai tangan kanan cucunya itu yang bernama WULANDARI (yang artinya BULAN dan MATAHARI).
Dalam perburuannya anjing yang menemani Moyang RESMARNI berburu mengejar seekor babi sehingga Moyang RESMARNI memanah babi tersebut, akibatnya anak panahnya mengenai kaki kanan bagian depan dari babi tersebut. Namun walaupun telah terkena panah, babi tersebut tetap berlari menuju ke arah Danau WELAELY dan masuk ke dalam air. Melihat itu Moyang RESMARNI juga masuk ke dalam air untuk mengejarnya, namun ternyata dilihatnya bahwa di dasar danau WELAELY ada sebuah perkampungan yang dihuni oleh penduduknya. Pada saat tiba di dasar danau Moyang RESMARNI bertemu dengan seorang nenek yang sedang menyapu halaman rumahnya. Melihat kedatangan Moyang RESMARNI, nenek itu bertanya kepada Moyang RESMARNI bahwa apa yang sedang dia cari. Moyang RESMARNI menjelaskan bahwa dirinya sedang mengejar seekor babi buruannya yang menuju ke dalam danau. Dengan tidak disangka-sangka nenek itu menjelaskan kepada Moyang RESMARNI bahwa sesungguhnya babi yang diburunya tersebut adalah jelmaan dari cucunya sendiri. Sebagai bukti nenek itu memperlihatkan anak panah yang menempel dan melukai tangan kanan cucunya itu yang bernama WULANDARI (yang artinya BULAN dan MATAHARI).
Replika Patung Buaya Moyang RESMARNY |
Replika Patung Buaya Moyang RESMARNY |
Sebelum berubah menjadi seekor buaya, Moyang RESMARNI berpesan kepada saudara-saudaranya bahwa bila kelak ada anak-cucu yang butuh pertolongan atau menemui kesulitan dalam melakukan berbagai kegiatan di manapun anak-cucu berada, maka hanya dengan menyebut nama RESMARNI maka Moyang RESMARNI akan hadir/datang untuk memberikan pertolongan. Setelah melakukan hal itu semua, barulah Moyang RESMARNI berubah seutuhnya sebagai seekor BUAYA dengan ciri khusus yang membedakannya dari buaya-buaya lainnya yaitu, terdapat tonjolan di punggungnya (halia) dan gigi-gigi yang sangat tajam (pisau). Sehingga dipercaya bahwa buaya-buaya lain yang berada di dalam Danau WELAELY telah mati dimangsa oleh buaya RESMARNI.
Perpindahan dan Perubahan Nama.
Seperti yang telah dijelaskan pada awalnya bahwa kampung ILYEKI yang berarti TUJUH LAPIS GUNUNG YANG DIKELILINGI OLEH BATU, dan selanjutnya karena Moyang SILLY menemukan 3 buah gunung emas maka pemukiman yang sebelumnya berada di ILYEKI dipindahkan ke areal gunung emas tersebut dan dinamakan MASILLY.
Akibat adanya pengaruh masuknya INJIL di Pulau Babar maka secara berangsur-angsur penduduk yang mendiami MASILLY turun ke daerah pesisir pantai dan mendiami kawasan tanjung di pesisir pantai tersebut, sehingga nama kampung MASILLY oleh penduduk setempat dirubah namanya menjadi TUTUWAWANG yang artinya DI ATAS TANJUNG.
Gereja TUTUWAWANG |
Akibat adanya pengaruh masuknya INJIL di Pulau Babar maka secara berangsur-angsur penduduk yang mendiami MASILLY turun ke daerah pesisir pantai dan mendiami kawasan tanjung di pesisir pantai tersebut, sehingga nama kampung MASILLY oleh penduduk setempat dirubah namanya menjadi TUTUWAWANG yang artinya DI ATAS TANJUNG.
sumber : Malanton (Anton) Onaola
Tidak ada komentar:
Posting Komentar