Selasa, 11 Februari 2014

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

Pemilu 1955.
Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan tersebut.
Yang jelas, sebetulnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan dipro-klamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerin-tah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyele-nggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan par-tai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu untuk me-milih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab.
Tetapi, berbeda dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Maklumat X, pemilu 1955 dilakukan dua kali. Yang pertama, pada 29 September 1955 untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam Maklumat X hanya disebutkan bahwa pemilu yang akan diadakan Januari 1946 adalah untuk memilih angota DPR dan MPR, tidak ada Konstituante.
Keterlambatan dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab pula. Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.

Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :

1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan bangsa dan perjuangan mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian tidak berniat untuk menyelenggarakan pemilu. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah punya keinginan politik untuk menyelengga-rakan pemilu. Misalnya adalah dibentuknya UU No. UU No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 tentang Pemilu. Di dalam UU No 12/1949 diamanatkan bahwa pemilihan umum yang akan dilakukan adalah bertingkat (tidak langsung). Sifat pemilihan tidak langsung ini didasarkan pada alasan bahwa mayoritas warganegara Indonesia pada waktu itu masih buta huruf, sehingga kalau pemilihannya langsung dikhawatirkan akan banyak terjadi distorsi.
Kemudian pada paroh kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir dari Masyumi menjadi Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk menjadikan pemilu sebagai program kabinetnya. Sejak itu pembahasan UU Pemilu mulai dilakukan lagi, yang dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari Kantor Panitia Pemilihan Pusat sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen. Pada waktu itu Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, setelah sejak 1949 menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
Setelah Kabinet Natsir jatuh 6 bulan kemudian, pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan oleh pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga dari Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya menyelenggarakan pemilu karena pasal 57 UUDS 1950 menyatakan bahwa anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Tetapi pemerintah Sukiman juga tidak berhasil menuntaskan pembahasan undang-undang pemilu tersebut. Selanjutnya UU ini baru selesai dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun 1953. Maka lahirlah UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR tidak berlaku lagi.


Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.
Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkom-petisi secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Kons-tituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.

Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota DPR.
No.
Partai/Nama Daftar
Suara
%
Kursi
1.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
8.434.653
22,32
57
2.
Masyumi
7.903.886
20,92
57
3.
Nahdlatul Ulama (NU)
6.955.141
18,41
45
4.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
6.179.914
16,36
39
5.
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
1.091.160
2,89
8
6.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
1.003.326
2,66
8
7.
Partai Katolik
770.740
2,04
6
8.
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
753.191
1,99
5
9.
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
541.306
1,43
4
10.
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
483.014
1,28
4
11.
Partai Rakyat Nasional (PRN)
242.125
0,64
2
12.
Partai Buruh
224.167
0,59
2
13.
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
219.985
0,58
2
14.
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
206.161
0,55
2
15.
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
200.419
0,53
2
16.
Murba
199.588
0,53
2
17.
Baperki
178.887
0,47
1
18.
Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro
178.481
0,47
1
19.
Grinda
154.792
0,41
1
20.
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
149.287
0,40
1


Pemilu 1971
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971.
Sebagai pejabat presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Bung Karno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama.
Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri memakan waktu hampir tiga tahun.
Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.
Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama, suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemi-lihan. Tahap kedua, apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengankiesquotient. Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.
Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan perolehan keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling gamblang adalah bias perolehan kursi antara PNI dan Parmusi. PNI yang secara nasional suaranya lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit dibandingkan Parmusi. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.
No.
Partai
Suara
%
Kursi
1.
Golkar
34.348.673
62,82
236
2.
NU
10.213.650
18,68
58
3.
Parmusi
2.930.746
5,36
24
4.
PNI
3.793.266
6,93
20
5.
PSII
1.308.237
2,39
10
6.
Parkindo
733.359
1,34
7
7.
Katolik
603.740
1,10
3
8.
Perti
381.309
0,69
2
9.
IPKI
338.403
0,61
-
10.
Murba
48.126
0,08
-
Jumlah
54.669.509
100,00
360
Sekedar untuk perbandingan, seandainya pembagian kursi peroleh-an suara partai-partai pada Pemilu 1971 dilakukan dengan sistem kombinasi sebagaimana digunakan dalam Pemilu 1955, dengan mengabaikan stembus accoord 4 partai Islam yang mengikuti Pemilu 1971, hasilnya akan terlihat seperti pada tabel di bawah ini.
Pembagian Pemilu 1971 Seandainya Menggunakan Sistem Kombinasi (hipotetis)
No.
Partai
Jumlah Suara Secara Nasional
Jumlah Kursi Pada Pembagian Pertama
Sisa Suara Setelah Pembagian Pertama
1
Golkar
34.339.708
214
1.342.084
2
NU
10.201.659
48
1..323.245
3
PNI
3.793.266
16
908.061
4
Parmusi
2.930.919
10
1.389.435
5
PSII
1.257.056
1
1.039.280
6
Parkindo
697.618
1
628.752
7
Katolik
603.740
2
412.428
8
Perti
380.403
2
180.240
9
IPKI
338.376
-
338.376
10
Murba
47.800
-
47.800

 Jumlah
54.669.509
294
7.561.901

No.
Partai
Perolehan pada Pembagian Kursi Sisa Pertama
Jumlah Sisa Suara Setelah Pembagian Kursi Sisa
Kursi Atas Suara Terbesar
Jumlah Kursi
1
Golkar
11
81.770 (III)
1
226
2
NU
11
62.931
-
59
3
PNI
7
106.043 (II)
1
24
4
Parmusi
12
14.547

22
5
PSII
9
8.000
-
10
6
Parkindo
5
53.882
-
6
7
Katolik
3
68.706 (IV)
1
6
8
Perti
1
65.666 (V)
1
4
9
IPKI
2
109.228 (I)
1
3
10
Murba
-
47.800
-
-

Jumlah
61

5
360
Catatan:
1.                  Hasil pembagian pertama yang diperoleh partai-partai sebagaimana terlihat dalam lajur 4 (empat) sesuai dengan hasil bagi dengan kiesquotient di daerah pemilihan masing-masing. Sedangkan hasil pembagian kursi sisa pada lajur 6 (enam) merupakan hasil bagi sisa suara masing-masing partai dengan kiestquotientnasional 114.574 (7.561.901:66). Hasil pada lajur 8 (delapan) berdasarkan sisa suara terbesar atau terbanyak karena masih tersisa 7 kursi lagi.
2.                  Dengan cara pembagian kursi seperti Pemilu 1955 itu, hanya Murba yang tidak mendapat kursi, karena pada pembagian kursi atas dasar sisa terbesar pun perolehan suara partai tersebut tidak mencukupi. Karena peringkat terbawah sisa suara terbesar adalah 65.666. PNI memperoleh kursi lebih banyak dari Parmusi, karena suaranya secara nasional di atas Parmusi.

Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan.
Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.
Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.

Hasil Pemilu 1977
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.
Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar.
PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.
PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik. Selengkapnya perolehan kursi dan suara tersebut bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
No.
Partai
Suara
%
Kursi
% (1971)
Keterangan
1.
Golkar
39.750.096
62,11
232
62,80
- 0,69
2.
PPP
18.743.491
29,29
99
27,12
+ 2,17
3.
PDI
5.504.757
8,60
29
10,08
- 1,48
Jumlah
63.998.344
100,00
360
100,00


Hasil Pemilu 1982
Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan Pemilu 1971.
No.
Partai
Suara DPR
%
Kursi
% (1977)
Keterangan
1.
Golkar
48.334.724
64,34
242
62,11
+ 2,23
2.
PPP
20.871.880
27,78
94
29,29
- 1,51
3.
PDI
5.919.702
7,88
24
8,60
- 0,72
Jumlah
75.126.306
100,00
364
100,00


Hasil Pemilu 1987
Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.
Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini.
No.
Partai
Suara
%
Kursi
% (1982)
Keterangan
1.
Golkar
62.783.680
73,16
299
68,34
+ 8,82
2.
PPP
13.701.428
15,97
61
27,78
- 11,81
3.
PDI
9.384.708
10,87
40
7,88
+ 2,99
Jumlah
85.869.816
100,00
400



Hasil Pemilu 1992
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu 1992 turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi dibanding pemilu sebelumnya.
PPP juga mengalami hal yang sama, meski masih bisa menaikkan 1 kursi dari 61 pada Pemilu 1987 menjadi 62 kursi pada Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa suara dan kursi partai berlambang ka’bah itu merosot. Pada Pemilu 1992 partai ini kehilangan banyak kursi di luar Jawa, meski ada penambahan kursi dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Malah partai itu tidak memiliki wakil sama sekali di 9 provinsi, termasuk 3 provinsi di Sumatera. PPP memang berhasil menaikkan perolehan 7 kursi di Jawa, tetapi karena kehilangan 6 kursi di Sumatera, akibatnya partai itu hanya mampu menaikkan 1 kursi secara nasional.
Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah adalah PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya 16 kursi dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32 kursinya di DPR RI.
No.
Partai
Suara
%
Kursi
% (1987)
Keterangan
1.
Golkar
66.599.331
68,10
282
73,16
- 5,06
2.
PPP
16.624.647
17,01
62
15,97
+ 1,04
3.
PDI
14.565.556
14,89
56
10,87
+ 4.02
Jumlah
97.789.534
100,00
400
100,00


Hasil Pemilu 1997
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.
PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu 1992. Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar.
Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.
No.
Partai
Suara
%
Kursi
% (1992)
Keterangan
1.
Golkar
84.187.907
74,51
325
68,10
+ 6,41
2.
PPP
25.340.028
22,43
89
17,00
+ 5,43
3.
PDI
3.463.225
3,06
11
14,90
- 11,84
Jumlah
112.991.150
100,00
425
100,00


Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan. Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih, khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.


Pemilu 1999
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.
Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Ketiga draft UU ini disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).
Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.
Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan setelah menjadi Perdana Menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelum-nya. Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak ia naik ke kekuasaan, meski persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan internasional.
Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa Daerah Tingkat II di Sumatera Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa diundur suara satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan atas datangnya perlengkapan pemungutan suara.
Tetapi tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap penghitungan suara dan pembagian kursi pada Pemilu kali ini sempat menghadapi hambatan. Pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan dalih Pemilu belum jurdil (jujur dan adil). Sikap penolakan tersebut ditunjukkan dalam sebuah rapat pleno KPU. Ke-27 partai tersebut adalah sebagai berikut:

Partai yang Tidak Menandatangani Hasil Pemilu 1999.


1.       Partai Keadilan
15.     PUDI
2.       PNU
16.     PBN
3.       PBI
17.     PKM
4.       PDI
18.     PND
5.       Masyumi
19      PADI
6.       PNI Supeni
20.     PRD
7.       Krisna
21.     PPI
8.       Partai KAMI
22.     PID
9.       PKD
23.     Murba
10.     PAY
24.     SPSI
11.     Partai MKGR
25.     PUMI
12.     PIB
26      PSP
13.     Partai SUNI
27.     PARI
14.     PNBI


Karena ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU kepada presiden. Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut kemudian diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang berkeberatan tadi. Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomen-dasi bahwa pemilu sudah sah. Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut keberatan-keberatannya. Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu sah. Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat tanggal 26 Juli 1999.
Setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung melakukan pembagian kursi. Pada tahap ini juga muncul masalah. Rapat pembagian kursi di PPI berjalan alot. Hasil pembagian kursi yang ditetapkan Kelompok Kerja PPI, khususnya pembagian kursi sisa, ditolak oleh kelompok partai Islam yang melakukan stembus accoord. Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi. Sementara Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan pendapat di PPI tersebut akhirnya diserahkan kepada KPU. Di KPU perbedaan pendapat itu akhirnya diselesaikan melalui voting dengan dua opsi. Opsi pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus accoord, sedangkan opsi kedua pembagian tanpa stembus accoord. Hanya 12 suara yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43 suara. Lebih dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord.
Berbekal keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan pembagian kursi hasil pemilu pada tanggal 1 September 1999. Hasil pembagian kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.
Sebagai pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau 33,74 persen dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758 suara atau 22,44 persen sehingga mendapatkan 120 kursi atau kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997. PKB dengan 13.336.982 suara atau 12,61 persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11.329.905 suara atau 10,71 persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31 kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen, mendapatkan 34 kursi. Di luar lima besar, partai lama yang masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997. Selengkapnya hasil perhitungan pembagian kursi itu seperti terlihat dalam tabel di bawah.

No.
Nama Partai
Suara DPR
Kursi Tanpa SA
Kursi Dengan SA
1.
PDIP
35.689.073
153
154
2.
Golkar
23.741.749
120
120
3.
PPP
11.329.905
58
59
4.
PKB
13.336.982
51
51
5.
PAN
7.528.956
34
35
6.
PBB
2.049.708
13
13
7.
Partai Keadilan
1.436.565
7
6
8.
PKP
1.065.686
4
6
9.
PNU
679.179
5
3
10.
PDKB
550.846
5
3
11.
PBI
364.291
1
3
12.
PDI
345.720
2
2
13.
PP
655.052
1
1
14.
PDR
427.854
1
1
15.
PSII
375.920
1
1
16.
PNI Front Marhaenis
365.176
1
1
17.
PNI Massa Marhaen
345.629
1
1
18.
IPKI
328.654
1
1
19.
PKU
300.064
1
1
20.
Masyumi
456.718
1
-
21.
PKD
216.675
1
-
22.
PNI Supeni
377.137
-
-
23
Krisna
369.719
-
-
24.
Partai KAMI
289.489
-
-
25.
PUI
269.309
-
-
26.
PAY
213.979
-
-
27.
Partai Republik
328.564
-
-
28.
Partai MKGR
204.204
-
-
29.
PIB
192.712
-
-
30.
Partai SUNI
180.167
-
-
31.
PCD
168.087
-
-
32.
PSII 1905
152.820
-
-
33.
Masyumi Baru
152.589
-
-
34.
PNBI
149.136
-
-
35.
PUDI
140.980
-
-
36.
PBN
140.980
-
-
37.
PKM
104.385
-
-
38.
PND
96.984
-
-
39.
PADI
85.838
-
-
40.
PRD
78.730
-
-
41.
PPI
63.934
-
-
42.
PID
62.901
-
-
43.
Murba
62.006
-
-
44.
SPSI
61.105
-
-
45.
PUMI
49.839
-
-
46
PSP
49.807
-
-
47.
PARI
54.790
-
-
48.
PILAR
40.517
-
-
Jumlah
105.786.661
462
462

Pemilu 2004

HASIL REKAPITULASI PEROLEHAN SUARA NASIONAL PEMILU 2004
 DAN JUMLAH PEROLEHAN KURSI PARPOL DI DPR RI

Ranking Suara
Partai Politik
Perolehan Suara
Jml. Kursi DPR RI
Jumlah
Persen
1
Partai Golongan Karya
24.480.757
21,58
128
2
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
21.026.629
18,53
109
3
Partai Kebangkitan Bangsa
11.989.564
10,57
52
4
Partai Persatuan Pembangunan
9.248.764
8,15
58
5
Partai Demokrat
8.455.225
7,45
57
6
Partai Keadilan Sejahtera
8.325.020
7,34
45
7
Partai Amanat Nasional
7.303.324
6,44
52
8
Partai Bulan Bintang
2.970.487
2,62
11
9
Partai Bintang Reformasi
2.764.998
2,44
13
10
Partai Damai Sejahtera
2.414.254
2,13
12
11
Partai Karya Peduli Bangsa
2.399.290
2,11
2
12
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
1.424.240
1,26
1
13
Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
1.313.654
1,16
5
14
Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
1.230.455
1,08
1
15
Partai Patriot Pancasila
1.073.139
0,95
0
16
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
923,159
0,81
1
17
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
895.610
0,79
0
18
Partai Pelopor
878.932
0,77
2
19
Partai Penegak Demokrasi Indonesia
855.811
0,75
1
20
Partai Merdeka
842.541
0,74
0
21
Partai Sarikat Indonesia
679.296
0,60
0
22
Partai Perhimpunan Indonesia Baru
672.952
0,59
0
23
Partai Persatuan Daerah
657.916
0,58
0
24
Partai Buruh Sosial Demokrat
636.056
0,56
0
Total
113.462.414
100
550


 Hasil Akhir Pemilihan Presiden RI Putaran 1 tgl. 5 Juli  2004

Ranking
Pasangan Capres 
Suara
Persen
1
Susilo B.Y. - J. Kalla
36.070.622
33.58 %
2
Megawati - Hasyim M.
28.186.780
26.24 %
3
Wiranto-Sallahudin W.
23.827.512
22.19 %
4
Amien Rais - Siswono 
16.042.105
14.94 %
5
Hamzah H. - Agum G.
3.276.001
3.05 %
Jumlah suara
107.403.020
100%

Dengan demikian pasangan Susilo B. Yudhoyono / Jusuf Kalla dan Megawati / Hasyim Muzadiberhak maju ke putaran ke 2 pemilihan Presiden tgl. 20 September 2004.


Rekapitulasi Surat Suara

Surat Suara
Jumlah
Sah
107.403.020
Tidak sah
2.746.937
Pendaftaran tambahan
470.337
Rusak
1.200.397
Tidak terpakai / Golput (?)
30.181.391


Pemilu 2009

REKAPITULASI PENGHITUNGAN PEROLEHAN SUARA PEMILU LEGISLATIF 2009
No
Partai Politik
(No Pemilu)
Jumlah
Suara
Persentase
1.
Demokrat (31)
21.703.137
20,85%
2.
Golkar (23)
15.037.757
14,45%
3.
PDIP (28)
14.600.091
14,03%
4.
PKS (8)
8.206.955
7,88%
5.
PAN (9)
6.254.580
6,01%
6.
PPP (24)
5.533.214
5,32%
7.
PKB (13)
5.146.122
4,94%
8.
Gerindra (5)
4.646.406
4,46%
9.
Hanura (1)
3.922.870
3,77%
10.
PBB (27)
1.864.752
1,79%
11.
PDS (25)
1.541.592
1,48%
12.
PKNU (34)
1.527.593
1,47%
13.
PKPB (2)
1.461.182
1,40%
14.
PBR (29)
1.264.333
1,21%
15.
PPRN (4)
1.260.794
1,21%
16.
PKPI (7)
934.892
0,90%
17.
PDP (16)
896.660
0,86%
18.
Barnas (6)
761.086
0,73%
19.
PPPI (3)
745.625
0,72%
20.
PDK (20)
671.244
0,64%
21.
Republika Nusantara (21)
630.780
0,61%
22.
PPD (12)
550.581
0,53%
23.
Patriot (30)
547.351
0,53%
24.
PNBK (26)
468.696
0,45%
25.
Kedaulatan (11)
437.121
0,42%
26.
PMB (18)
414.750
0,40%
27.
PPI (14)
414.043
0,40%
28.
Pakar Pangan (17)
351.440
0,34%
29.
Pelopor (22)
342.914
0,33%
30.
PKDI (32)
324.553
0,31%
31.
PIS (33)
320.665
0,31%
32.
PNI Marhaenisme (15)
316.752
0,30%
33.
Partai Buruh (44)
265.203
0,25%
34.
PPIB (10)
197.371
0,19%
35.
PPNUI (42)
146.779
0,14%
36.
PSI (43)
140.551
0,14%
37.
PPDI (19)
137.727
0,13%
38.
Merdeka (41)
111.623
0,11%
Jumlah
104.099.785
100%

Pada 25 April 2009, KPU menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pilpres 2009 yang telah diselenggarakan pada 22 - 23 Juli 2009. Hasil Pilpres 2009 berdasarkan penetapan tersebut adalah sebagai berikut :

No.
Pasangan calon
Jumlah suara
Persentase suara
1
Megawati-Prabowo
32.548.105
26,79%
2
SBY-Boediono
73.874.562
60,80%
3
JK-Wiranto
15.081.814
12,41%
Jumlah
121.504.481
100,00%

Statistik
Jumlah suara sah
121.504.481
Jumlah suara tidak sah
6.479.174
Jumlah suara peserta
127.983.655
Jumlah suara pemilih
171.068.667
Sengketa
Pasangan JK-Wiranto dan Megawati-Prabowo mengajukan keberatan terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara Pilpres 2009 yang telah ditetapkan KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), masing-masing dengan perkara nomor 108/PHPU.B-VII/2009 dan 109/PHPU.B-VII/2009. Isi keberatan yang diajukan kedua pasangan antara lain sebagai berikut:
·         Kekacauan masalah penyusunan dan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT)
·         Regrouping dan/atau pengurangan jumlah TPS
·         Adanya kerjasama atau bantuan IFES
·         Adanya spanduk buatan KPU mengenai tata cara pencontrengan
·         Beredarnya formulir ilegal model “C-1 PPWP”
·         Adanya berbagai pelanggaran administratif maupun pidana
·         Adanya penambahan perolehan suara SBY-Boediono serta pengurangan suara Mega-Prabowo dan JK-Wiranto
KPU berikut KPUD seluruh Indonesia menjadi termohon dan Bawaslu serta pasangan SBY-Boediono menjadi pihak terkait. Sidang kedua perkara ini digabungkan oleh MK karena melihat adanya kesamaan pokok perkara. Persidangan terbuka dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 4 Agustus 2009 (pemeriksaan perkara, 5 Agustus 2009 (mendengar keterangan termohon, pihak terkait, keterangan saksi, dan pembuktian, dan 6-7 Agustus 2009 (pembuktian). Pada tanggal 12 Agustus 2009, majelis hakim konstitusi membacakan putusannya, dimana dalam amar putusan menyatakan bahwa permohonan ditolak seluruhnya. Putusan ini diambil secara bulat oleh seluruh hakim konstitusi, tanpa dissenting opinion.


Pemilu 2014

TANDA GAMBAR, NOMOR URUT DAN DATA PARTAI POLITIK
PESERTA PEMILU 2014



DATA PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014
Nomor urut
:
1
Nama Partai
:
PARTAI NASDEM
Ketua
:
Surya Paloh
Sekjen
:
Patrice Rio Capella
Bendahara
:
Frankie Turtan
Alamat Kantor DPP
:
Jl. RP. Soeroso No. 44, Gondangdia Lama, Jakarta 10350.
Telp
:
021- 3929801
Fax
:
021- 31927288
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-03.AH.11.01 TAHUN 2013 Tanggal 6 Maret 2013 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem.
Nomor urut
:
2.
Nama Partai
:
PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (PKB)
Ketua
:
H. A. Muhaimin Iskandar
Sekjen
:
H. Imam Nahrawi
Bendahara
:
H. Bachrudin Nasori
Alamat Kantor DPP
:
Jl. Raden Saleh No. 9, Jakarta Pusat 10430
Telp
:
021- 3145328
Fax
:
021- 3145329
Email
:
dpp@pkb.or.id
Website
:
www.dpp.pkb.or.id
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-25.AH.11.01 TAHUN 2012 Tanggal 7 September 2012 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa Periode 2008-2014
Nomor urut
:
3.
Nama Partai
:
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)
Ketua
:
Anis Matta
Sekjen
:
M. Anis Matta
Bendahara
:
Mahfudz Abdurrahman
Alamat Kantor DPP
:
Jl. TB. Simatupang Nomor 82, Pasar Minggu Jakarta 21520
Telp
:
021- 78842116
Fax
:
021- 78846456
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-13.AH.11.01 TAHUN 2011 Tanggal 19 September 2011 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Dewan Pengurus Pusat, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Keadilan Sejahtera
Nomor urut
:
4.
Nama Partai
:
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDIP)
Ketua
:
Megawati Soekarnoputri
Sekjen
:
Tjahjo Kumolo
Bendahara
:
Olly Dondokambey
Alamat Kantor DPP
:
Jl. Lenteng Agung No. 99 Jakarta Selatan 12610
Telp
:
021- 7806028, 021- 7806032
Fax
:
021- 7814472
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-13.AH.11.01 TAHUN 2010 Tanggal 29 September 2010 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Nomor urut
:
5.
Nama Partai
:
PARTAI GOLONGAN KARYA (GOLKAR)
Ketua
:
H. Aburizal Bakrie
Sekjen
:
Idrus Marham
Bendahara
:
Drs. Setya Novanto
Alamat Kantor DPP
:
Jl. Anggrek Nelly Murni, Jakarta 11480
Telp
:
021- 5302222
Fax
:
021- 5303380
Website
:
www.partai-golkar.or.id
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-06.AH.11.01 TAHUN 2010 Tanggal 27 April 2010 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Serta Komposisi dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Masa Bakti 2009-2015
Nomor urut
:
6.
Nama Partai
:
PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (GERINDRA)
Ketua
:
Prof. Dr. Ir. Suhardi, M.Sc
Sekjen
:
H. Ahmad Muzani, S. Sos
Bendahara
:
Thomas A. Muliatna Djiwandono, MA
Alamat Kantor DPP
:
Jalan Harsono RM No. 54 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12550
Telp
:
021- 7892377, 021- 7801396
Fax
:
021- 7819712
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-13.AH.11.01 TAHUN 2012 Tanggal 23 Juli 2012 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan Susunan Kepengurusan Partai Gerakan Indonesia Raya
Nomor urut
:
7.
Nama Partai
:
PARTAI DEMOKRAT
Ketua
:
Anas Urbaningrum /Susilo Bambang Yudhoyono
Sekjen
:
Edhie Baskoro Yudhoyono, M. Sc
Bendahara
:
Sartono Hutomo
Alamat Kantor DPP
:
Jl. Kramat Raya No. 146, Jakarta Pusat
Telp
:
021- 31907999
Fax
:
021- 31908999
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-19.AH.11.01 TAHUN 2012 Tanggal 4 September 2012 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Masa Bakti 2010-2015
Nomor urut
:
8.
Nama Partai
:
PARTAI AMANAT NASIONAL (PAN)
Ketua
:
M. Hatta Rajasa
Sekjen
:
Taufik Kurniawan
Bendahara
:
Jon Erizal
Alamat Kantor DPP
:
Jl. Warung Buncit Raya No. 17 Jakarta Selatan
Telp
:
021- 7975588
Fax
:
021- 7975632
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-04.AH.11.01 TAHUN 2010 Tanggal 6 April 2010 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Periode 2010-2015
Nomor urut
:
9.
Nama Partai
:
PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP)
Ketua
:
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si.
Sekjen
:
Ir. H. M. Romahurmuziy, MT
Bendahara
:
Drs. H. Mahmud Yunus
Alamat Kantor DPP
:
Jalan Diponegoro No. 60, Jakarta 10310
Telp
:
021- 31926164, 021- 31936338
Fax
:
021- 3142558
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-20.AH.11.01 TAHUN 2012 Tanggal 4 September 2012 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Masa Bakti 2011-2015
Nomor urut
:
10
Nama Partai
:
PARTAI HATI NURANI RAKYAT (HANURA)
Ketua
:
H. Wiranto
Sekjen
:
Dossy Iskandar Prasetyo
Bendahara
:
Bambang Sudjagad
Alamat Kantor DPP
:
Jalan Imam Bonjol No. 4, Menteng, Jakarta Pusat, 100330
Telp
:
021- 3100169
Fax
:
021- 3100174
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-07.AH.11.01 TAHUN 2010 Tanggal 11 Mei 2010 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Periode 2010-2015.
Nomor urut
:
11.
Nama Partai
:
PARTAI DAMAI ACEH (PDA)
Ketua
:
Tgk.Muhibbussabri.A.Wahab
Sekjen
:
Khaidir Rizal Jamal, S.Pd.
Bendahara
:
M.Tahir.S.Sos
Alamat Kantor DPP
:
Jln. Pocut Baren No.11 Kp. Kramat Banda Aceh
Telp
:
0651 – 40750
Email
:
dpa_partaiaceh@yahoo.com
Website
:
www.partaiaceh.com
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Kanwil Aceh Nomor : W1-113.AH.11.01 TAHUN 2013 Tanggal 26 Maret 2013 Tentang Pengesahan Anggaran Dasar dan Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh Periode 2013-2018
Nomor urut
:
12.
Nama Partai
:
PARTAI NASIONAL ACEH (PNA)
Ketua
:
Irwansyah (Tgk Muchsalmina)
Sekjen
:
Muharram Idris
Bendahara
:
Lukman Age
Alamat Kantor DPP
:
Jl. T. Iskandar No. 174    Lam Glumpang, Ulee Kareng, Banda Aceh
Telp
:
(0651) 28282
Nomor urut
:
13.
Nama Partai
:
PARTAI ACEH (PA)
Ketua
:
Muzakir Manaf
Sekjen
:
Mukhlis Basyah
Bendahara
:
Hasanuddin Sabon
Alamat Kantor DPP
:
Jl. Soekarno Hatta Nomor 5,6,7 Simpang Dodik Emperum Jaya Baru, Banda Aceh
.Nomor urut
:
14.
Nama Partai
:
PARTAI BULAN BINTANG (PBB)
Ketua
:
Dr. H. MS. Kaban, SE, M.Si
Sekjen
:
B.M. Wibowo, SE, MM
Bendahara
:
Sarinandhe Djibran, SH
Alamat Kantor DPP
:
Jl. Raya Pasar Minggu KM. 18 No. 1B, Jakarta Selatan
Telp
:
021- 79180734
Fax
:
021- 79180765
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-30.AH.11.01 TAHUN 2012 Tanggal 12 November 2012 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang Periode 1431-1436 H/2010-2015 M
Nomor urut
:
15.
Nama Partai
:
PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA (PKPI)
Ketua
:
Letjen TNI (Purn) Dr. (Hc) H. Sutiyoso, SH
Sekjen
:
Drs. H. Lukman F. Mokoginta, M.Si
Bendahara
:
Linda Setiawati
Alamat Kantor DPP
:
Jl. Pangeran Antasari Nomor 68, Cipete Utara, Jakarta 12150
Telp
:
021- 7246174
Fax
:
021- 7253952
Email
:
jkarta2002@yahoo.com
Website
:
www.pkp-garuda.or.id
Sumber
:
Kep. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH-12.AH.11.01 TAHUN 2010 Tanggal 27 Agustus 2010 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Susunan Personalia Dewan Pimpinan Nasional Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Masa Bakti 2010-2015


dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemisahan antara Belgia dengan Belanda

Kerajaan Belanda Serikat (1815) B elanda dan Belgia dulunya adalah 1 negara. Saat itu, Perancis berbatasan dengan Belanda di sebelah selatan...